Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kesehatan mental adalah aspek penting dalam mewujudkan kesehatan secara menyeluruh. Meskipun banyak orang memiliki kesehatan fisik yang baik, bukan berarti sehat dalam mental. Sejak Indonesia terkena pandemi COVID-19 yang dimulai tahun 2019 banyak orang yang kehilangan nyawanya, akibatnya mereka tertekan akan penyakit yang menular sehingga takut untuk beraktivitas secara bebas. Dari yang awalnya bebas beraktivitas dan bersosialisasi dengan dunia luar, dengan tiba-tiba pemerintah mengeluarkan kebijakan protokol kesehatan seperti untuk tetap di rumah, keluar menggunakan masker, berbicara dengan orang dengan jarak 2 meter, dan lain-lain. Meskipun itu adalah cara yang benar agar tidak tertular virus COVID-19, tetapi masyarakat awam butuh beradaptasi dengan keadaan seperti itu. Akan tetapi pandemi sudah menurun dan masyarakat awam sudah bisa beraktivitas dan bersosialisasi dengan tetangga maupun teman seperti semula. Remaja adalah masa-masa yang di mana membutuhkan mental kuat, karena pada masa remaja ini kita dilatih untuk tahan akan tekanan dan menuju kedewasaan. Tekanan dari luar maupun dari dalam, baik dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial luar. Beralih dari masalah COVID-19, belakangan ini banyak kalangan remaja yang mengalami kesehatan mental. Menurut Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2022, 15,5 juta 34,9 persen remaja mengalami masalah mental dan 2,45 juta 5,5 persen remaja mengalami gangguan mental. Baru-baru ini banyak berita di mana-mana yang menyebutkan bahwa banyak mahasiswa-mahasiswi yang melakukan tindakan untuk mengakhiri hidupnya. Dikarenakan depresi yang tidak tertangani, tekanan dari berbagai pihak, bullying, masalah dalam kehidupan sosial, dan gangguan mental lainnya. Pada dasarnya mahasiswa-mahasiswi rantau yang mengalami kejadian tersebut. Karena mereka yang jauh dari orang tua, sehingga mereka berpikir tidak ada tempat untuk bercerita. Di mana mental kita diuji pada masa remaja ini, apalagi tekanan mahasiswa-mahasiswi dari dunia perkuliahan, dengan adanya tugas, pertemanan, bahkan percintaan. Maka dari itu kesehatan mental di Indonesia sangatlah diwaspadai karena gangguan mental meningkat yang dialami kalangan remaja, maka dari itu kesehatan mental perlu ditingkatkan, terutama pada kalangan remaja, sebab banyak sekali remaja yang mengalami gangguan mental. Marilah kita sama-sama saling merangkul teman-teman kita, jangan biarkan mereka berkelut dengan pikiran negatif yang membuat mereka melakukan sesuatu yang tidak benar dengan mengakhiri hidupnya. Selalu tanyakan pada mereka, jika melihat teman kalian yang terus menyendiri dan mendadak menjadi pendiam, persilakan mereka untuk berbagi cerita jika mereka mau tetapi jangan memaksanya, dan berilah dukungan, motivasi, dan semangat. Lihat Healthy Selengkapnya
Pidatopersuasif tentang kesehatan. Di bawah ini merupakan contoh pidato singkat tentang kesehatan dan lingkungan yang berjudul Rendahnya Kesadaran Mengolah Sampah. Pidato adalah kegiatan berbicara di depan umum untuk memberikan pendapat atau gambaran mengenai suatu hal. Pada umumnya seseorang tidak hanya memperhatikan suara pidato sajaSelain itu, beberapa remaja mungkin lebih berisiko mengalami masalah psikologis karena mengalami kondisi-kondisi seperti menderita penyakit kronis, mengidap gangguan spektrum autisme, disabilitas intelektual atau kondisi neurologis lainnya, menyandang cacat atau kelainan fisik lainnya, hamil di usia remaja, menjadi orang tua di usia remaja, melakukan pernikahan dini atau pernikahan paksa, anak yatim, remaja dari suku atau etnis yang minoritas, serta remaja dari kelompok terdiskriminasi lainnya. Jenis-jenis gangguan psikologis yang paling sering dialami oleh remaja Dilansir dari situs WHO dan Mental Health Literacy, berikut ini beberapa jenis gangguan mental dan masalah psikologis pada remaja yang cukup sering terjadi.. 1. Gangguan emosional Di antara masalah mental yang remaja alami, gangguan emosional merupakan kondisi yang paling sering terjadi. Gangguan emosional meliputi kondisi berikut. Gangguan kecemasan yang ditandai dengan panik dan khawatir secara berlebihan. Fobia spesifik, yaitu takut secara berlebihan pada hal-hal tertentu. Depresi yaitu kondisi stres yang berlebihan pada anak. Depresi dan gangguan kecemasan memiliki beberapa gejala yang mirip seperti perubahan suasana hati secara tiba-tiba. Masalah psikologi pada remaja ini dapat memengaruhi pelajaran di sekolah dan menarik diri dari pergaulan. Bahkan, dalam kasus depresi yang parah, anak berisiko melakukan bunuh diri. 2. Gangguan perkembangan perilaku Belakangan ini, gangguan psikologis pada remaja yang memengaruhi perilaku semakin banyak terjadi pada remaja, meliputi kondisi berikut. Autism Spectrum Disorder ASD. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder ADHD. Gangguan belajar learning disorder. Oppositional defiant disorder ODD. Conduct disorder. Umumnya, hal ini terjadi karena anak mengalami masalah dalam perkembangan otaknya sejak usia dini. Gangguan perilaku pada remaja dapat memengaruhi pendidikan anak serta berisiko membuat ia terlibat dalam kenakalan remaja dan tindak kriminal. 3. Gangguan makan Gangguan psikologis pada remaja juga bisa berupa gangguan makan eating disorder. Tidak hanya pada usia remaja, kondisi ini juga bisa muncul pada dewasa muda. Gejalanya ditandai dengan perilaku makan yang abnormal, misalnya menolak makan anoreksia nervosa, keasyikan makan lalu memuntahkan bulimia nervosa, atau makan terus menerus binge-eating disorder. Pada anoreksia dan bulimia, remaja merasa khawatir mengalami kenaikan berat badan sehingga mereka memaksa diri seperti memuntahkan makanannya. Sementara pada binge-eating, anak justru tidak merasa khawatir akan berat badannya sehingga mereka mengalami obesitas. 4. Psikosis Psikosis adalah kondisi di mana seseorang kehilangan kontak dengan realita. Remaja yang menderita psikosis mungkin mendengar atau melihat hal-hal yang tidak ada. Melansir situs Child Mind Institute, gejala kondisi ini dapat berupa halusinasi atau delusi. Pada kasus tertentu, gejala psikosis dapat berkembang menjadi skizofrenia. Gangguan psikologis pada remaja ini dapat memengaruhi aktivitas anak sehari-hari, termasuk dalam bergaul bersama teman dan berinteraksi dengan anggota keluarga. 5. Bunuh diri dan menyakiti diri Mengutip WHO, bunuh diri merupakan penyebab kematian keempat pada remaja usia 15 sampai 19 tahun. Faktor risiko gangguan psikologis ini pada remaja meliputi konsumsi alkohol, pelecehan di masa kanak-kanak, kesulitan mencari bantuan psikologis, serta tersedianya akses terhadap sarana bunuh diri. Di samping itu, media juga berperan penting dalam mendorong atau menghalangi tindakan bunuh diri. Hal ini meliputi semua bentuk media, termasuk buku bacaan, majalah, televisi, dan media digital. 6. Perilaku berbahaya dan berisiko tinggi Berani berbuat hal-hal yang berbahaya dan berisiko tinggi merupakan masalah psikologis pada remaja yang dapat memengaruhi kesehatan mereka. Hal ini meliputi penyalahgunaan narkoba, seks bebas di usia remaja, merokok, menggunakan ganja, minum alkohol, dan sebagainya. Biasanya, tindakan ini dianggap sebagai pelarian anak atas masalah emosional yang mereka alami. Namun, pada kenyataannya, hal ini malah justru merusak mental dan kesehatan remaja. Bukan hanya itu, dampak lain yang bisa terjadi seperti prestasi akademik yang buruk, cedera, perkelahian, terlibat kejahatan, bahkan kematian. Bagaimana mengatasi gangguan psikologis pada remaja? Dalam mengatasi masalah psikologis pada remaja, orangtua harus mengambil peran utama. Terutama dalam hal mendidik dan mengasuh anak. Upaya-upaya yang bisa dilakukan meliputi hal-hal berikut. Memerhatikan perkembangan sosial dan emosional anak sesuai usianya. Peka terhadap perubahan mood anak Mendeteksi dini masalah psikologis yang mungkin anak alami. Memerhatikan interaksi anak di sekolah ataupun di lingkungan sekitar rumah. Mempersiapkan fasilitas perawatan sejak dini, seperti terapi dengan psikolog anak. Menyediakan makanan dengan gizi seimbang untuk mendukung perkembangan otak anak. hHTbQ.